Feb 24, 2012

Another Day In Paradise

Jujur, beberapa bulan terakhir ini, banyak kabar duka yang datang. Memang, kematian itu ibarat misteri. Yang sakit bertahun-tahun bisa bertahan sampai sekarang, tapi ada yang meninggal tiba-tiba hingga kita gak percaya meskipun ini adalah kenyataan.




Era kuliah, dari awal menginjakan kaki di Kampus Bumi Siliwangi. Ada orang yang selalu memarahiku, maklum dia itu seorang tatib (bagian marahin anak baru, keamanan dan tata tertib). Dia yang selalu bikin kesal, bikin takut, dan bikin aku menyadari bahwa inilah masa kuliah, bahwa aku adalah seorang mahasiswa. Lalu aku teringat ketika mengakhiri masa orientasi kampus, di sebuah acara di Situ Lembang, aku mengalungkan name tag-ku padanya, karena dia adalah senior favoritku. Tak disangka, maksud hati biar ada kata damai diantara kami, dia memilih aku sebagai mahasiswa baru favorit dan tentu saja membuatku dihukum mengunyah coklat bergantian bersama temanku, hoek.

Dia yang melihat aku tumbuh jadi seorang manusia yang mencoba segala hal, dan mengingatkan aku akan perubahanku yang ababil (oke, gapapa ketawa ajja), "Kamu, yang selalu ingin nampak lebih dan dilihat, yang selalu ingin nampak keren dan dipuji." tapi aku menjawab selalu dengan ketawa mesem :P

Dia juga yang selalu menanyakan kabarku, apa yang akan kulakukan selanjutnya, dan dia satu-satunya orang yang tidak setuju aku melanjutkan kuliah S2, "Buat apa? Itu cuma gelar. Pikir-pikir lagi itu duit yang gak sedikit." Dia selalu bilang bahwa aku harus jadi diri sendiri, menjadi diri untuk diri sendiri bukan untuk orang lain. Dia selalu menertawakan hidupku seolah-olah aku adalah film remaja yang dia tonton setiap saat, tapi tidak aku sadari-saat itu- bahwa dia seolah sedang bercermin, melihat dirinya yang dulu, mengingatkanku bahwa dia memiliki pengalaman akan hal itu.
Untuk diingat: seseorang yg slalu mengantungan dirinya pada sekitar,akan lupa kemampuan besar yang dimiliki oleh dirinya untuk bertahan. dan seseorang yang biasa berlari dan menghindar,mereka akan slalu terjebak dalam keadaan yang sama.tanpa sadar,banyak hal yg mereka korbankan. Sebagaian orang lagi ketika kalah,mereka bilang keadaan yang salah.padahal jalan keluarnya dengan slalu melangkah,bukan MENYERAH.
Aku memang bukan adiknya, bukan sahabatnya, bukan siapa-siapanya. Tapi dia yang bukan siapa-siapa bagiku, membuatku sadar bahwa orang lain memiliki hak untuk memberi kritik, memberi pemahaman akan hal yang orang dekat tak bisa sampaikan. Meskipun aku hanyalah orang selewat baginya, tapi semua memoar akan dirinya bermunculan, mengingatkan akan pentingnya 'orang lain' dalam hidup kita. Dan ketika melihat wall-nya di Facebook, muncul nama-nama yang mendoakannya, bersedih akan kepergiannya. Dan aku muncul ketika dia tidak ada, menyampaikan ucapan selamat tinggal. Tapi aku mengerti bahwa banyak orang yang tersentuh hidupnya yang juga selalu disapa dan dikata. Aku mendapat satu hal bahwa, ketika muncul berita duka, barulah manusia menanyakan kabar dan mencari sejarah hidup seseorang yang telah tiada, seolah tidak mengerti arti hidup orang lain, menilai sesuatu dan memberikan harga setelah tidak ada. Tidak, semoga tidak padanya dan pada orang lain aku seperti itu-lagi-. Maka aku akan menghargai orang yang masih ada dan menyapa mereka, menghargai keberadaan mereka.

Dan ketika kini dia telah pergi, aku -baru- kembali membaca inbox dan kata-katanya yang seperti sambel dan aku makan lagi. Membaca setiap jengkal kata-katanya, lalu menghayati lagi. Berharap ini adalah satu kenyataan, bahwa di sana dia sedang tertawa, lalu memukul kepalaku sambil berkata, "Ceuk aing ge, Cum! Dasar budak leutik."

Inalillahi semoga Kang Budi diterima di sisi-Nya... dan selalu tersenyum

---Kritik Itu memang Ada, Jadi Hargailah keberadaannya---

No comments:

Post a Comment

terima kasih banyak komentarnya, ya ^_^